BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budaya dalam suatu
masyarakat etnis tertentu merupakan akal budi, pikiran manusia, cipta karsa,
dan hasil karya yang diciptakan oleh kelompok masyarakat etnis tersebut. Dengan
adanya budaya, masyarakat dapat menetukan hukum – hukum yang berlaku di suatu
kelompok yang merupakan nilai moral suatu entnis tertentu yang akhirnya menjadi
kebiasaan-kebiasaan entis atau suku tertentu, termasuk juga budaya adat
istiadat daerah Gorontalo.
Gorontalo adalah ibu
kota dari sebuah provinsi di bagian utara Sulawesi dengan nama yang sama,
Provinsi Gorontalo. Ini adalah sebuah kota yang mewarisi keindahan budaya nenek
moyang yang begitu mempesona.
Namun membahas tentang
budaya atau kebiasaan – kebiasaan hidup masyarakat daerah Gorontalo saat ini
tentu telah ada banyak perubahan dan pergeseran mengikuti perkembangan jaman,
dibandingkan pada jaman dahulu dimana masing – masing individu masih
mempertahankan nilai-nilai leluhur yang berlaku didalam masyarakat. Namun
demikian saat ini masih ada kebiasaan-kebiasaan hidup dalam masyarakat yang
terus dipelihara dan masih berlaku dalam kehidupan sehari-hari, termasuk
tentang adat perkawinan dan kesenian derah Gorontalo.
Sistem kekerabatan
masyarakat gorontalo yang beraneka ragan profesi dan tingkat sosial tidak
menjadi penghalang untuk tetap hidup dalam suasana kekeluargaan. Dan itu
menjadi salah satu hal utama mengapa masyarakat gorontalo selalu hidup rukun
dan tidak pernah terjadi bentrok atau konflik yang berskala besar. Sistem
kemasyarakatan yang terus terpelihara dan berjalan dengan baik hingga saat ini
adalah hidup bergotong-royong dan menyelesaikan masalah atau persoalan secara
bersama-sama, musyawarah dan mufakat.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun permasalahan
yang akan dibahas dalam proses penyususnan makalah ini secara umum mengenai
masalah “Kebudayaan Gorontalo”. Untuk memberikan makna serta menghindari
meluasnya pembahasan, maka dalam penyususnan makalah ini masalahnya dibatasi
pada :
1. Apa Pengertian dari Kebudayaan ?
2. Bagaimana Sejarah dari daerah Gorontalo ?
3. Bagaimana tahapan upacara pernikahan adat
Gorontalo ?
4. Apa saja kebudayaan yang dimiliki oleh daerah
Gorontalo ?
5. Bagaimana keberadaan budaya Gorontalo dimasa
sekarang?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Pada dasarnya tujuan
penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum dalam penyususnan makalah ini adalah untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Antropoligi.
Adapun tujuan khusus dari penyususnan
makalah ini adalah :
1. Ingin mengetahui pengertian Kebudayaan
2. Ingin mengetahui sejarah dari daerah Gorontalo
3. Ingin mengetahui tahapan upacara pernikahan
adat Gorontalo
4. Ingin mengetahui kebudayaan yang dimiliki
oleh daerah Gorontalo
5.
Ingin mengetahui keberadaan budaya
Gorontalo dimasa sekarang
1.4
Manfaat Penulisan Makalah
Manfaat yang akan
diperoleh dari penulisan makalah ini yaitu kita semua dapat memahami dan
mengamalkan serta dapat mempertahankan dan melestarikan adat istiadat budaya
daerah Gorontalo agar tidak terkikis oleh jaman dan tidak terpengaruh
kebudayaan masyarakat lain serta tidak terpengaruh pula oleh budaya
kebarat-baratan atau westerisasi.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan sangat erat
hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski
mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan
oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk
pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan
mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan
serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan
lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat.
Menurut Edward Burnett
Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya
terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan
dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat
diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi
tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam
pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat
abstrak.
Sedangkan perwujudan
kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang
berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya
pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni,
dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
2.2
Sejarah Gorontalo
Gorontalo seperti
daerah lainnya di Indonesia pernah lama dijajah oleh Belanda akan tetapi lebih
dahulu merdeka ketimbang Indonesia. Gorontalo merdeka pada tahun 1942 ketika
penjajah Belanda digantikan oleh Jepang.
2.2.1 Pra-Kolonial
Menurut sejarah, Gorontalo
merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan
Manado. Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam
di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo, Bone. Seiring dengan
penyebaran agama, Gorontalo juga menjadi pusat pendidikan dan perdagangan
masyarakat. Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya
yang strategis.
Dengan letaknya yang
stategis Gorontalo menjadi pusat pemerintahan yang disebut dengan Kepala Daerah
Sulawesi Utara Afdeling Gorontalo. Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah
Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat
ketatanegaraan Gorontalo.
2.2.2 Zaman Kolonial
Pada tahun 1889 sistem
pemerintahan kerajaan dialihkan ke pemerintahan langsung yang dikenal dengan
istilah "Rechtatreeks Bestur". Pada tahun 1911 terjadi lagi perubahan
dalam struktur pemerintahan Daerah Limo lo pohalaa dibagi atas tiga Onder
Afdeling.
2.2.3 Pasca-Kolonial
Sebelum kemerdekaan
Republik Indonesia, rakyat Gorontalo dipelopori oleh Bpk H. Nani Wartabone
berjuang dan merdeka pada tanggal 23 Januari 1942. Selama kurang lebih dua
tahun yaitu sampai tahun 1944 wilayah Gorontalo berdaulat dengan pemerintahan
sendiri.
2.3 Tahapan Upacara Pernikahan Adat Gorontalo
Berikut akan diuraiakan
tahapan pernikahan adat gorontalo sesuai dengan Lenggota Lo Nikah atau tata
urutan adat pernikahan daerah Gorontalo.
2.3.1 Mopoloduwo Rahasia
Mopoloduwo rahasia
yaitu dimana orang tua dari pria mendatangi kediaman orang tua sang wanita
untuk memperoleh restu pernikahan anak mereka. Apabila keduanya menyetujui,
maka ditentukan waktu untuk melangsungkan peminangan atau Tolobalango.
2.3.2 Tolobalango
Tolobalango adalah
peminangan secara resmi yang dihadiri oleh pemangku adat Pembesar Negeri dan
keluarga melalui juru bicara pihak keluarga pria atau Lundthu Dulango Layio dan
juru bicara utusan keluarga wanita atau Lundthu Dulango Walato, Penyampaian
maksud peminangan dilantunkan melalui pantun-pantun yang indah. Dalam
Peminangan Adat Gorontalo tidak menyebutkan biaya pernikahan (Tonelo) oleh
pihak utusan keluarga calon pengantin pria, namun yang terpenting mengungkapkan
Mahar atau Maharu dan penyampaian acara yang akan dilaksanakan selanjutnya.
2.3.3 Depito Dutu
Pada waktu yang telah
disepakati dalam acara Tolobalango maka prosesi selanjutnya adalah mengantar
harta atau antar mahar, didaerah gorontalo disebut Depito Dutu yang terdiri
dari 1 paket mahar, sebuah paket lengkap kosmetik tradisional Gorontalo dan
kosmetik modern, ditambah seperangkat busana pengantin wanita, serta bermacam
buah-buahan dan bumbu dapur atau dilonggato.
Semua mahar ini dimuat dalam sebuah
kendaraan yang didekorasi menyerupai perahu yang disebut Kola–Kola. Arak-arakan
hantaran ini dibawa dari rumah Yiladiya (kediaman/ rumah raja) calon pengantin
pria menuju rumah Yiladiya pengantin wanita diringi dengan gendering adat dan
kelompok Tinilo diiringi tabuhan rebana melantunkan lagu tradisional Gorontalo
yang sudah turun temurun, yang berisi sanjungan, himbauan dan doa keselamatan
dalam hidup berumah tangga dunia dan akhirat.
2.3.4 Mopotilandahu
Pada malam sehari
sebelum Akad Nikah digelar serangkaian acara malam pertunangan atau
Mopotilandahu. Acara ini diawali dengan Khatam Qur’an, proses in bermakna bahwa
calon mempelai wanita telah menamatkan atau menyelesaikan mengajinya dengan
membaca ‘Wadhuha’ sampai Surat Lahab. Dilanjutkan dengan Molapi Saronde yaitu
tarian yang dibawakan oleh calon mempelai pria dan ayah atau wali laki-laki.
Tarian ini menggunakan sehelai selendang. Ayah dan calon mempelai pria secara
bergantian menarikannya, sedangkan sang calon mempelai wanita memperhatikan
dari kejauhan atau dari kamar.
Bagi calon mempelai
pria ini merupakan sarana menengok atau mengintip calon istrinya, istilah
daerah Gorontalo di sebut Molile Huali. Dengan tarian ini calon mempelai pria
mecuri-curi pandang untuk melihat calonnya. Saronde dimulai dengan ditandai
pemukulan rebana diiringi dengan lagu Tulunani yang disusun syair-syairnya
dalam bahasa Arab yang juga merupakan lantunan doa-doa untuk keselamatan.
Lalu sang calon
mempelai wanita ditemani pendamping menampilkan tarian tradisional Tidi Daa
atau Tidi Loilodiya. Tarian ini menggambarkan keberanian dan keyakinan
menghadapi badai yang akan terjadi kelak bila berumah tangga. Usai menarikan
Tarian Tidi, calon mempelai wanita duduk kembali ke pelaminan dan calon
mempelai pria dan rombongan pemangku adat beserta keluarga kembali ke rumahnya.
2.3.5 Tari Saronde
Tari saronde adalah
tari pergaulan keakraban dalam acara pertunangan. Tarian ini dilakukan di
halaman calon mempelai wanita. Tentu penarinya adalah calon mempelai laki-laki
bersama orang tua atau walinya. Ini adalah cara orang Gorontalo menjenguk atau
mengintip calon pasangan hidupnya.
Dalam bahasa Gorontalo, tarian ini
adalah sarana molihe huali yang berarti menengok atau mengintip calon istri.
Setelah melalui serangkaian prosesi adat, calon mempelai pria kemudian mulai
menari Saronde bersama ayah atau wali. Mereka menari dengan selendang.
Sementara calon
mempelai wanita berada di dalam kamar dan memperhatikan pujaan hatinya dari
dalam. Menampakkan sedikit dirinya agar calon mempelai pria tahu bahwa ia
mendapat perhatian. Sesekali dalam tariannya ia berusaha mencuri pandang ke
arah calon mempelai wanita.
Tari Saronde dipengaruhi secara kuat
oleh agama Islam. Tarian ini dimulai dengan pemukulan rebana, alat musik pukul
berbentuk bundar. Lirik lagu adalah syair-syair pujian terhadap Tuhan dan doa
memohon keselamatan dalam bahasa Arab.
2.3.6 Akad Nikah
Keesokan harinya
Pemangku Adat melaksanakan Akad Nikah, sebagai acara puncak dimana kedua
mempelai akan disatukan dalan ikatan pernikahan yang sah menurut Syariat Islam.
Dengan cara setengah berjongkok mempelai pria dan penghulu mengikrarkan Ijab
Kabul dan mas kawin yang telah disepakati kedua belah pihak keluarga. Acara ini
selanjutnya ditutup dengan doa sebagai tanda syukur atas kelancaran acara
penikahan ini.
2.3.7 Pakaian Adat Gorontalo
Gorontalo memiliki
pakaian khas daerah sendiri baik untuk upacara perkawinan, khitanan, baiat (pembeatan
wanita), penyambutan tamu, maupun yang lainnya. Untuk upacara perkawinan,
pakaian daerah khas Gorontalo disebut Bili’u atau Paluawala. Pakaian adat ini
umumnya dikenal terdiri atas tiga warna, yaitu ungu, kuning keemasan, dan
hijau.
2.3.8 Nuansa Warna Bagi Masyarakat
Gorontalo
Dalam adat istiadat
gorontalo , setiap warna memiliki makna atau lambang tertentu, karena itu dalam
upacara pernikahan masyarakat gorontalo hanya menggunakan empat warna utama ,
yaitu merah ,hijau , kuning emas , dan ungu. Warna merah dalam masyarakat
gorontalo bermakna keberanian dan tanggung jawab , hijau bermakna Kesuburan,
kesehjateraan , kedamaian dan kerukunan, kuning emas bermakna kemulian,
kesetiaan ,kesabaran dan kejujuran sedangkan warna ungu bermakna keanggunan dan
kewibawaan.
Pada umumnya masyarakat
Gorontalo enggan memakai pakai warna coklat karena coklat melambangkan tanah ,
karena itu bila mereka ingin memakai pakaian warna gelap, maka mereka akan
memilih warna hitam yang bermakna keteguhan dan Ketuhanan Yang Maha Esa , warna
putih bermakna kesucian dan kedudukan , karena itu masyarakat gorontalo lebih
suka mengenakkan warna putih bila pergi ke tempat perkebungan atau kedukaan
atau tempat ibadah (masjid), biru muda sering digunakan pada saat peringatan 40
hari duka,sedangkan biru tua digunakan pada peringatan 100 hari duka.
Dalam adat perkawinan
Gorontalo sebelum hari H dilaksanakan dutu, dimana kerabat pengantin pria akan
mengantarkan harta dengan membawakan buah-buahan , seperti jeruk , nangka
,nenas , tebu , setiap buah yang dibawah juga punya makna tersendiri misalnya
buah jeruk berkmakna bahwa pengantin harus merendahkan diri, duri jeruk
bermkana bahwa pengantin harus menjaga diri dan rasanya yang manis bermakna
bahwa pengantin harus menjaga tata krama atau sifat manis yang disukai orang
.nenas durinya juga bermakna bahwa pengantin harus menjaga diri dan begitu juga
rasanya yang manis.nangka dalam bahasa gorontalo langge loo olooto , yang
berbau harum dan berwarna kuning emas yang bermakna pengantin harus mempunyai
sifat penyayang dan penebar keharuman. Tebu warna kuning bermakna pengantin
harus menjadi orang yang disukai dan teguh dalam pendirian.
2.4 Kesenian Daerah
Gorontalo sebagai salah
satu suku yang ada di Pulau Sulawesi memiliki aneka ragam kesenian daerah, baik
tari, lagu, rumah adat, dan pakaian adat.
2.4.1 Tarian
Tarian yang cukup
terkenal di daerah ini antara lain, Tari Bunga, Tari Polopalo, Tari Danadana,
Zamrah, dan Tari Langga.
2.4.2 Lagu-lagu daerah Gorontalo
Lagu-lagu daerah
Gorontalo yang cukup dikenal oleh masyarakat Gorontalo adalah Hulandalo Lipuu
(Gorontalo Tempat Kelahiranku), Ambikoko (nama orang), Mayiledungga (Telah
Tiba), Mokarawo (Membuat Kerawang), Tobulalo Lo Limuto (Di Danau Limboto), dan
Binde Biluhuta (Sup Jagung).
2.4.3 Rumah Adat
Seperti halnya daerah
lain di Indonesia, orang Gorontalo memiliki rumah adatnya sendiri, yang disebut
Bandayo Poboide. Rumah adat ini terletak di tepat di depan Kantor Bupati
Gorontalo, Jalan Jenderal Sudirman, Limboto. Selain itu, masyarakat Gorontalo
juga memiliki rumah adat yang lain, yang disebut Dulohupa, yang terletak di di
Kelurahan Limba U2, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo. Rumah adat ini
digunakan sebagai tempat bermusyawarat kerabat kerajaan pada masa lampau.
Dulohupa merupakan rumah panggung yang
terbuat dari papan, dengan bentuk atap khas daerah Gorontalo. Pada bagian
belakang ada ajungan tempat para raja dan kerabat istana untuk beristirahat
atau bersantai sambil melihat kegiatan remaja istana bermain sepak raga
Rumah adat dengan seluas tanah kurang
lebih lima ratus ini dilengkapi dengan taman bunga , serta bangunan tempat
penjualan sovenir, dan ada sebuah bangunan garasi bendi kerajaan yang bernama
Talanggeda.
Pada masa pemerintahan
para raja, rumah adat ini digunakan sebagai ruang pengadilan kerajaan, untuk
memvonis para pengkhianat negara melalui sidang tiga alur pejabat pemerintahan,
yaitu Buwatulo Bala (Alur Pertahanan / Keamanan), Buwatulo Syara (Alur Hukum
Agama Islam), dan Buwatulo Adati (Alur Hukum Adat).
2.4.4 Bahasa Daerah
Orang Gorontalo
menggunakan bahasa Gorontalo, yang terbagi atas tiga dialek, dialek Gorontalo,
dialek Bolango, dan dialek Suwawa. Saat ini yang paling dominan adalah dialek
Gorontalo.Penarikan garis keturunan yang berlaku di masyarakat Gorontalo adalah
bilateral, garis ayah dan ibu. Seorang anak tidak boleh bergurau dengan ayahnya
melainkan harus berlaku taat dan sopan. Sifat hubungan tersebut berlaku juga
terhadap saudara laki-laki ayah dan ibu.
Menurut masyarakat Gorontalo, nenek
moyang mereka bernama Hulontalangi, artinya ‘pengembara yang turun dari
langit’. Tokoh ini berdiam di Gunung Tilongkabila. Dia menikah dengan pendatang
yang singgah dengan perahu ke tempat itu. Mereka inilah yang kemudian
menurunkan orang Gorontalo. Sebutan Hulontalangi kemudian berubah menjadi
Hulontalo dan akhirnya menjadi Gorontalo.
2.4.5 Tujuh bulanan atau dalam
bahasa Gorontalo Tondhalo
Tondhalo ini
dilaksanakan pada usia kandungan 7 bulan, dilaksanakan pada pagi hari dan pesta
yang meriah dan tentu sangat berbeda dengan upacara tujuh bulan pada umumnya.
Baik si ibu jabang bayi maupun suami sama sama menggunakan pakaian adat dan
menyertakan seorang anak perempuan kecil yang diusung oleh sang suami
berkeliling rumah sebelum masuk kekamar menjumpai si ibu jabang bayi untuk
memutus tali yang melingkar di perut yang terbuat dari daun kelapa.
Dalam upacara ini
disediakan berbagai jenis makanan yang dihidangkan diatas 7 buah baki, kemudian
makanan tersebut dibagi bagikan kepada para undangan termasuk anak perempuan
kecil yang diusung oleh sang suami calon ayah dari jabang bayi.
2.4.6 A q i q a h
Upacara aqiqah biasanya
dilaksanakan 1 bulan atau 40 hari usia anak yang baru dilahirkan, namun ada
sebagian masyarakat yang melaksanakan aqiqah lebih awal bahkan ada yang lebih
dari 40 hari bergantung kepada kemampuan orang tua si anak.
Upacara aqiqah untuk suku Gorontalo
tentu berbeda dengan yang dilaksanakan pada umumnya.
Pada jaman dulu para
orang tua melaksanakan upacara aqiqah itu pada 7 hari setelah anak dilahirkan,
yang disertai dengan upacara naik ayunan atau yang disebut buye buye. Pada
upacara ini sekaligus dilaksanakan sunat bagi anak perempuan.
2.4.7 Khitanan dan Beat
Meskipun kemajuan
teknologi telah merambah ke suluruh pelosok Gorontalo, namun adat istiadat yang
telah ada sejak jaman nenek moyang tetap terpelihara dengan baik, bebagai
upacara adat masih tetap dilaksanakan, misalnya upacara Khitanan bagi anak
laki-laki dan Beat bagi anak perempuan. Dalam upacara ini masih ada sebagaian
masyarakat yang menggunakan alat tradisional untuk mengkhitan anak laki-laki.
Namun seiring dengan kemajuan teknologi dan mengurangi resiko yang dapat
berakibat fatal maka saat ini telah terjadi pergeseran dengan menggunakan alat
yang lebih modern dengan menggunakan tenaga dokter.
Khitanan
Khusus upacara Beat untuk anak perempuan
yang telah aqil baligh,adat tersebut masih tetap dilakukan.
2.4.8 Sapaan Atau Toli
Sapaan atau toli atau
nama panggilan bagi seseorang adalah suatu kebudayaan masyarakat gorontalo.
Tata krama ini sudah ada berabad-abad lamanya . menurut “wulito” atau cerita
leluhur kebudayaan ini berkembang menjadi “pulangga “ atau gelar kepada raja
jogugu,marsaoleh,dan para pejabat kerajaan / negri yang dinobatkan atau dinilai
berilomato atau berkarya dalam negeri bahkan apabila wafatpun raja dan pejabat-pejabat
masih di anugrahi gelar yang disebut gara’I yang juga diberikan sesuai karyanya
semasa hidupnya .
Sapaan bermakna sebagai suatu
penghormatan bagi seseorang ,selain dari pada itu sapaan atau toli bisa memper
erat tali persaudaraan atau tali kekeluargaan dengan sapaan yang manis
seseorang merasa dihargai sehingga timbul ‘ sense of belonging‘ merasa bagian
keluarga atau lingkungannya.
Nabi Muhammad SAW
menyapa istri-istirnya dengan nama pangilan yang manis dan halus .beliau
menyapa aisyahra ‘humairah ‘ artinya si pipi yang merah , yaitu sapaan
kesayangan buat istri yang cantik.
Pada zaman dahulu dalam
lingkungan kerajaan-kerajaan ,sapaan-sapaan terjaga dengan sangat baik dalam
lingkungan ini hamper tidak terdengar panggilan nama asli/kecil seseorang .
menyapa raja dan pejabat-pejabat Ti Olangia , Ti Jogugu ,Ti Wulea ,atau sapaan
ti Eyanggu . sapaan untuk ratu , permaisuri atau istri-istri pejabat Ti Mbui ,
Ti Boki, Putra-Putri dan cucu Bantha , Te tapulu ,Te Putiri , Te Uti , Ti Pii
dan sebagainya. sebaliknya keluarga dan para putra-putri pegawai kerajaan
dengan nama jabatan masing-masing sampai pangkat yang paling rendah sekalipun
tak menyebut nama kecil.
2.4.9 Tumbilotohe
Tumbilotohe yang dalam
arti bahasa gorontalo terdiri dari kata “tumbilo” berarti pasang dan kata
“tohe” berarti lampu, yaitu acara menyalakan lampu atau malam pasang lampu.
Tradisi ini merupakan tanda bakal berakhirnya bulan suci Ramadhan, telah
memberikan inspirasi kemenangan bagi warga Gorontalo. Pelaksanaan Tumbilotohe
menjelang magrib hingga pagi hari selama 3 malam terakhir sebelum menyambut
kemenangan di hari Raya Idul Fitri.
Di tengah nuansa
kemenangan, langit gelap karena bulan tidak menunjukkan sinarnya. Warga
kemudian meyakini bahwa saat seperti itu merupakan waktu yang tepat untuk
merefleksikan eksistensi diri sebagai manusia. Hal tersebut merupakan momentum
paling indah untuk menyadarkan diri sebagai fitrah ciptaan Allah SWT.
Menurut sejarah
kegiatan Tumbilotohe sudah berlangsung sejak abad XV sebagai penerangan
diperoleh dari damar, getah pohon yang mampu menyala dalam waktu lama. Damar
kemudian dibungkus dengan janur dan diletakkan di atas kayu. Seiring dengan
perkembangan zaman dan berkurangnya damar, penerangan dilakukan dengan minyak
kelapa (padamala) yang kemudian diganti dengan minyak tanah. Setelah
menggunakan damar, minyak kelapa, kemudian minyak tanah, Tumbilotohe mengalami
pergeseran.
Hampir sebagian warga
mengganti penerangan dengan lampu kelap-kelip dalam berbagai warna. Akan
tetapi, sebagian warga masih mempertahankan nilai tradisional, yaitu memakai
lampu botol yang dipajang di depan rumah pada sebuah kerangka kayu atau bambu.
Saat malam tiba,
“ritual” Tumbilotohe dimulai. Kota tampak terang benderang. Nyaris tidak ada
sudut yang gelap. Keremangan malam yang diterangi cahaya lampu-lampu bot Kota
Gorontalo berubah semarak karena lampu-lampu botol tidak hanya menerangi
halaman rumah, tetapi juga menerangi halaman kantor, masjid. Tak terkecuali,
lahan kosong petak sawah hingga lapangan sepak bola dipenuhi dengan cahaya
lampu botol. Masyarakat seolah menyatu dalam perasaan religius dan solidaritas
yang sama. Di lahan-lahan kosong nan luas, lampu-lampu botol itu dibentuk
gambar masjid, kitab suci Al ol di depan rumah- rumah penduduk tampak mempesona
Tumbilotohe menjadi
semacam magnet bagi warga pendatang, terutama warga kota tetangga Manado, Palu,
dan Makassar. Banyak warga yang mengunjungi Gorontalo hanya untuk melihat
Tumbilotohe. Sepanjang perjalanan di daerah Gorontalo maka kita akan
menyaksikan Tumbilotohe dari berbagai ragam bentuk. “Sangat indah apabila kita
berjalan pada malam hari” itulah ungkapan pada kebanyakan orang yang memanjakan
ma Alikusu terdiri dari bambu kuning, dihiasi janur, pohon pisang, tebu &
lampu minyak yang diletakkan di pintu masuk rumah, kantor, mesjid dan pintu
gerbang perbatasan suatu daerah. Pada pintu gerbang terdapat bentuk kubah
mesjid yang menjadi simbol utama alikusu. Warga menghiasi Alikusu dengan
dedaunan yang didominasi janur kuning. Di atas kerangka itu digantung sejumlah
buah pisang sebagai lambang kesejahteraan dan tebu lambang kemanisan,
keramahan, dan kemuliaan hati menyambut Idul Fitri.
2.4.10 Meriam Bambu (dalam bahasa
Gorontalo Bunggo)
Bunggo terbuat dari
bambu pilihan yang setiap ruas dalamnya, kecuali ruas paling ujung, dilubangi.
Di dekat ruas paling ujung diberi lubang kecil yang diisi minyak tanah. Lubang
kecil itu sebagai tempat menyulut api hingga bisa mengeluarkan bunyi letusan,
tapi dalam bermain permainan ini pemain harus berhati-hati karena dapat membuat
pemain kebakaran alis dan bulu mata.
2.4.11 Walima
Walima dalam bahasa
Arab yang artinya perayaan oleh masyarakat Gorontalo umumnya dikenal sebagai
wadah yang berisi berbagai jenis kue basah atau kering yang diarak ke masjid
pada setiap Maulid Nabi, bahkan di beberapa tempat di Gorontalo walima juga
diisi dengan bahan makanan pokok hasil kebun, ternak dll yang disiapkan apa
adanya.
Bagi masyarakat, Walima
adalah hasil karya seni tinggi yang dipersiapkan berbulan-bulan, memerlukan
kesabaran yang tinggi untuk mengerjakannya serta membutuhkan biaya yang lumayan
besar.
Bagian-bagian dalam Walima:
a) Tolangga
ü Bamboo
ü Rotan
ü Kayu
Tolangga
terbuat dari kayu yang paten dapat dipergunakan bertahun-tahun, disimpan oleh
masyarakat untuk dipakai pada saat perayaan Maulid Nabi.
b) Kertas
Warna
Bahan
kertas warna digunakan untuk menghiasi bambu atau rotan pada Tolangga.
c) Bendera
Bendera
besar sesuai keinginan pemilik walima dengan guntingan berbagai bentuk,
dipasang dari ujung walima sampai ke bawah.
Bendera
kecil warna-warni jumlah tidak tetap tergantung keinginan pemilik walima,
diletakkan di setiap sisi pada tengah walima.
Bahan bendera terbuat
dari kertas atau kain.
d) Kolombengi
Terbuat
dari tepung, gula & telur, kue ini dapat disimpan berbulan-bulan dan tidak
mudah rusak, inilah kue khas Walima.
e) Tusuk
Kue
Terbuat
dari bambu untuk tusukan kue kolombengi panjang sesuai ukuran tolangga.
f) Plastik
Plastik bening biasa
untuk melindungi kue kolombengi setelah ditusuk.
g) Lilingo
Terbuat
dari daun kelapa muda dibuat bulat seperti tempat nasi, fungsinya adalah wadah
tempat nasi kuning, pisang, ayam bakar/goreng, ikan laut – asap, kue basah,
dll.
h) Makanan
Nasi kuning, ikan
bakar, ayam bakar & pisang.
2.4.12 Tunuhio
Dalam bahasa Indonesia
tunuhio adalah yang diikutkan atau bersamaan ini adalah sejumlah uang sesuai
kemampuan pemilik walima, jumlahnya biasanya mengikuti ukuran besar kecilnya
walima tetapi juga ini tidak harus mengikuti ukuran walima, uang ini diserahkan
pemilik walima kepada panitia pada saat walima tiba di masjid, jumlah uang
(Tunuhi) pada saat maulid di Bongo bila ditotal bisa puluhan juta dan dibagikan
kepada pezikir yang datang dari luar daerah untuk mengganti transportasai dll.
2.4.13 Dikili
Dikili dalam bahasa
Gorontalo biasanya dikenal pada saat maulid, dalam bahasa Indonesia lebih
kurang artinya adalah Zikir, dalam peringatan maulid Nabi para pezikir datang
hampir mewakili wilayah Gorontalo jumlahnya bisa menjadi 500 orang, biasanya
masyarakat Gorontalo yang berdomisili di wilayah itu dan hobi dengan Dikili.
Dikili ini dilagukan dalam irama yang sama oleh banyak orang yang dimulai oleh
pemimpin Agama setelah sholat Isya dan berakhir sebelum sholat zuhur atau lebih
kurang 15 jam. Irama zikir yang khas ini membuat orang terkagum-kagum dan
marasakan akan kejadian maulid Nabi.
2.5
Keberadaan budaya Gorontalo dimasa
sekarang
Dewasa ini kita telah
menghadapi masa globalisasi yang hubungan manusianya tiada batas antar satu
benua dengan banua lain. Keberadaan budaya Gorontalo dimasa sekarang ini sudah
mengalami banyak perubahan yang sangat signifikan misalnya saja dalam hal
upacara adat perkawinan. Dalam upacara adat perkawinan adat Gorontalo dimasa
sekarang ini banyak sesi-sesi adat yang dilewati misalnya saja dalam upacara
malam sebelum diadakannya akad pernikahan, banyak anak muda sekarang yang tidak
lagi menggunakan tarian-tarian untuk memikat hati mempelai wanita karena
diakibatkan bebrapa faktor diantaranya sebagai berikut:
ü Kurangnya
pengetahuan akan adat budaya daerah Gorontalo
ü Kurangnya
pengetahuan akan tarian adat
ü Kurangnya
pengetahuan pembelajaran tentang adat budaya gorontalo
ü Pergaulan
kaum muda mudi yang sudah tergerus oleh jaman atau berprilaku hidup modern.
Faktor – faktor
tersebut diatas yang membuat memudarnya kebudayaan Gorontalo. Oleh karena itu
kita kaum muda harus bisa mempertahankan budaya Gorontalo agar tetap lestari,
karena budaya itulah yang menjadi warisan leluhur nenek moyang suku Gorontalo.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kota Gorontalo dan
wilayah sekitarnya dihuni oleh beragam suku, yaitu Suku Gorontalo, Suku Bugis,
Suku Polahi, Suku Jawa, Suku Makassar, Suku Bali, Suku Minahasa, dan Tionghoa.
Suku asli Gorontalo memiliki warisan kebudayaan. Bebeapa di antaranya adalah
rumah adat yang berarsitektur indah. Setiap tahun, beragam suku di Gorontalo
menampilkan warna-warni kebudayaan mereka dalam Festival Otanaha.
Kebudayaan asli
Gorontalo sangat kental dipengaruhi oleh agama Islam. Orang Gorontalo
mengawinkan unsur adat dan agama secara cantik. Lihatlah tradisi tumbilotohe,
yaitu tradisi membuat Kota Gorontalo gemerlap dengan lentera setiap malam
lebaran. Dalam pesta perkawinan, masyarakat Gorontalo menyanyi dan menari
dengan musik rebana dan syair doa.
Tetapi perlu diingat
bahwa kebudayaan Gorontalo semakin hari semakin memudar oleh karena itu perlu
diadakan pelestarian budaya daerah Gorontalo, agar warisan budaya tetap eksis
dan dapat dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya.
3.2
Saran
Di akhir penulisan
makalah ini, penulis menyarankan kepada pembaca khususnya teman – teman praja
agar dapat lebih memahami kebudyaan – kebudayaan gorontalo. Karena mempelajari
budaya daerah lain akan membuat kita memperoleh tambahan ilmu baik dari sisi
sosiologis maupun segi budaya.
DAFTAR
PUSTAKA
Dewaarka (2009). “Kebiasaan Hidup Bermasyarakat Suku Gorontalo”.
Ernowo, Pasha. “Menyibak Prosesi Pernikahan Adat Gorontalo”.
____.“Agama,
Seni, dan Budaya”. http://www.gorontalo-info.20megsfree.com/asb.html .
(Diakses tanggal : 01 Desember 2015).
pp.http://dewaarka.wordpress.com/2009/11/24/kebiasaan-%E2%80%93kebiasaan-hidup-bermasyarakat-suku-gorontalo/.
(Diakses tanggal : 01 Desember 2015).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar